ASEP NEWS, Kolom OPINI, Jumat (04/07/2025) – Artikel berjudul “Pulau Dewata bak Surga Dunia Nyata” ini merupakan tulisan Mayjen TNI (Purn.) Asep Kuswani, S.H., M.Si.Han., Anggota Dewan Pini Sepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS), Ketua Dewan Pembina (KDP) Paguyuban Asep Dunia (PAD), Dewan Pembina Asosiasi Media Independen Online (MIO) Indonesia, dan founder Media online Asep News.
Bali, lebih dari sekadar Pulau Dewata, adalah pelukan hangat alam semesta yang meresap ke dalam jiwa. Ia bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi sebuah pengalaman batin yang menggugah, menyentuh sisi terdalam manusia yang merindukan keindahan, ketenangan, dan harmoni. Di sinilah, alam, budaya, dan spiritualitas berpadu dalam simfoni sempurna. Seperti kata pepatah Bali: “Ajeg Bali, Ajeg Budaya” — Bali tetap berdiri kokoh karena budayanya yang teguh.

Langit biru dan cahaya mentari menyambut siapa pun yang menginjakkan kaki di tanah Bali. Cobalah bertandang ke Pantai Kelingking di Nusa Penida, tempat di mana tebing karang berbentuk tulang dinosaurus menjulur ke laut, membingkai pantai berpasir putih yang nyaris tak terjamah.
Atau nikmatilah senja di Pantai Seminyak, di mana langit menciptakan lukisan jingga dan ungu yang menenangkan hati. Tak jauh dari sana, Tanah Lot berdiri anggun di atas batu karang, pura ikonik yang menawarkan pemandangan matahari terbenam dengan aura spiritual yang kental.
Bagi para pencinta keindahan bawah laut, Pulau Menjangan di Bali Barat adalah surga tersembunyi. Di bawah permukaannya, terumbu karang warna-warni menari bersama ikan tropis dalam irama alami yang menakjubkan.
Sementara itu di daratan, Tegallalang dan Jatiluwih mempersembahkan hamparan sawah terasering hijau yang mendamaikan mata dan pikiran—seolah lukisan hidup yang terus bergerak mengikuti musim dan kehidupan petani Bali.
Tak hanya alam, Bali juga dikenal dengan jiwa masyarakatnya yang memegang erat filosofi “Tri Hita Karana”—keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Inilah yang membuat Bali terasa berbeda: bukan hanya keindahannya, tapi juga kehangatan yang menyertai setiap sapaan.

Di desa-desa seperti Ubud, Anda akan merasakan betapa kehidupan spiritual menyatu dengan kesederhanaan, diiringi irama gamelan dan aroma dupa dari pura-pura kecil di sudut rumah.
Budaya Bali pun seolah tak pernah padam. Setiap hari adalah pertunjukan, setiap pura adalah panggung, dan setiap upacara adalah harmoni antara langit dan bumi. Saksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu, yang dipentaskan di tepi tebing saat matahari mulai tenggelam, menciptakan suasana magis yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Lihatlah ukiran-ukiran rumit di Desa Mas, sentuh kain batik dan tenun khas Bali di Sidemen, atau saksikan prosesi Galungan dan Nyepi yang sakral, saat seluruh Bali larut dalam keheningan dan doa.
Seperti yang sering dikatakan para pelancong sejati, “Bali bukan hanya tempat untuk dikunjungi, tetapi untuk dirasakan.” Karena setiap sudutnya menyimpan cerita, setiap langkah adalah doa, dan setiap hembusan angin membawa ketenangan yang sulit ditemukan di tempat lain.
Bali mengajarkan bahwa liburan sejati bukan hanya soal pelesiran, tetapi tentang menyatukan diri dengan semesta. Tentang menemukan kembali makna hidup yang kadang hilang dalam rutinitas. Seperti kata bijak: “Pergilah sejauh mungkin, temukan dunia lain, lalu temukan dirimu yang baru.”
Di Bali, dunia yang berbeda itu ada begitu dekat. Hanya perlu membuka hati, dan membiarkan pulau ini mengubahmu, pelan tapi pasti.
Bali bukan hanya pulau. Ia adalah doa yang menjelma menjadi daratan. Ia adalah puisi yang ditulis oleh alam, dibacakan oleh budaya, dan dijaga oleh manusia yang penuh kasih.
Bali adalah anugerah—surga yang menjelma nyata di bumi.
***
Judul: Pulau Dewata bak Surga Dunia Nyata
Penulis: Mayjen TNI (Purn.) Asep Kuswani, S.H., M.Si.Han.
Editor: Asep (HC) Arie Barajati












