Seni, Teknologi, dan Pertanyaan tentang Mutu

Artikel ini ditulis oleh: Yoyo C. Durachman

kecerdasan buatan (AI)
Ilustrasi: Kecerdasan buatan (AI) - (Sumber: Arie)

ASEP NEWS, Kolom OPINI, Senin (13/10/2025) – Artikel berjudul “Seni, Teknologi, dan Pertanyaan tentang Mutu” ini merupakan karya original dari Yoyo C. Durachman, seorang penulis, pengarang, dosen,  sutradara, dan budayawan Cimahi. Saat ini ia aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).

Perkembangan teknologi selalu bergerak maju. Lahir dari kemajuan ilmu pengetahuan, inovasi, dan kebutuhan manusia untuk mengatasi persoalan sekaligus membuka kemungkinan baru. Teknologi hadir bukan hanya di pabrik, laboratorium, atau ruang riset, tetapi juga merambah ruang yang lebih personal dan puitis seperti seni.

Dalam konteks seni, teknologi hari ini sudah menjadi keniscayaan. Berbagai bentuk, media, dan proses penciptaan karya seni kini melibatkan teknologi: mulai dari software desain, digital painting, animasi, video art, hingga kecerdasan buatan (AI) yang dapat membantu menciptakan gambar, musik, bahkan teks sastra.

Kecerdasan buatan (AI)
Ilustrasi: Kecerdasan buatan (AI) – (Sumber: Arie)

Namun, di sinilah muncul pertanyaan penting, apakah karya seni yang diciptakan  dengan bantuan teknologi, misalnya AI, masih bisa dikatakan kualitasnya sama dengan yang diciptakan tanpa bantuan AI?

Jawabannya tidak sesederhana “ya” atau “tidak”. Teknologi hanyalah alat, kelebihan dan kekurangannya ada, sama seperti kuas bagi pelukis atau kamera bagi fotografer. Yang lebih penting adalah sejauh mana sang seniman tetap menghadirkan ekspresi, imajinasi, intuisi, penalaran dan pengalaman pribadinya  ke dalam karyanya. Teknologi dapat menjadi medium yang memperluas kemungkinan, tetapi “roh” karya tetap harus datang dari intensi dan visi seniman.

Jadi, sebuah karya seni digital, lukisan yang dibantu AI, atau musik hasil kolaborasi manusia dan teknologi bisa memiliki mutu jika senimannya tetap terlibat secara kreatif dan reflektif dalam proses kreativitas penciptaannya. Seni bukan hanya soal siapa atau apa yang membuat, tetapi juga tentang bagaimana dan untuk apa karya itu diciptakan.

Gadis bermain gitar
Ilustrasi: Lukisan wanita bermain gitar dengan gaya pelukis dunia Van Gogh ini dihasilkan dari AI – (Sumber: Arie)

Perkembangan teknologi akan terus melaju. Yang penting, kita tak hanya mengikutinya, tapi juga memikirkannya agar seni tetap menjadi ruang bagi kebebasan ekspresi, kedalaman makna, dan perjumpaan manusia dengan diri dan lingkungan sosial budayanya.

***

Judul: Seni, Teknologi, dan Pertanyaan tentang Mutu
Penulis: Yoyo C. Durachman
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang Penulis

Yoyo C. Durachman
Yoyo C. Durachman, Penulis – (Sumber: Arie/PISTRA)

Yoyo C. Durachman adalah seorang seniman dan budayawan Cimahi yang multitalenta. Pria kelahiran Bandung, 21 September 1954 ini dikenal sebagai dosen, aktor, sutradara, penulis, pengarang, dan budayawan.

Selama karirnya dalam dunia teater, tidak kurang dari 30 pementasan telah dilakukan Yoyo dengan kapasitas sebagai sutradara, pemain, penata pentas, konsultan, dan pimpinan produksi. Naskah drama berjudul “Dunia Seolah-olah” adalah naskah drama yang ia tulis dan dibukukan bersama naskah drama lain milik Joko Kurnain, Benny Johanes, Adang Ismet, Arthur S. Nalan, dan Harris Sukristian.

Pensiunan dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini kini sering diundang sebagai juri maupun sebagai narasumber diberbagai kegiatan kebudayaan. Selain itu, Yoyo juga aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).

***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *