Asep News, Kolom OPINI, Minggu (20/07/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Basa Rasa” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Seorang sahabat yang kini menghabiskan masa tuanya di Sumatera Barat, Kang Aslim Nurhasan sempat memposting di WA grup soal bahasa rasa. Kang Aslim mempertanyakan dapatkah diberikan contoh bahwa bahasa Sunda itu merupakan wujud dari bahasa rasa atau “basa raya”? Lalu, apa dan bagaimana contoh-contoh nyatanya di lapangan?
Betul Kang Aslim. Bahasa Sunda memang dikenal sebagai “basa rasa” atau “bahasa rasa” karena memiliki nuansa dan makna yang terkait dengan perasaan, emosi, dan kesan yang mendalam. Bahasa Sunda memiliki cara unik dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran, sehingga sering kali terasa lebih halus dan ekspresif.

Dalam bahasa Sunda, kata-kata dan ungkapan sering kali memiliki makna yang lebih dalam dan kaya, sehingga dapat menyampaikan perasaan dan emosi dengan lebih efektif. Oleh karena itu, bahasa Sunda sering dianggap sebagai bahasa yang kaya akan nuansa dan makna, serta dapat menyampaikan perasaan dan pikiran dengan lebih tepat.
Di bawah ini akan digambarkan beberapa contoh ungkapan dalam bahasa Sunda yang menunjukkan nuansa “basa rasa” atau “bahasa rasa.
“Hampang teu daék” (secara harfiah berarti “ringan tidak mau”, tetapi memiliki makna “seseorang yang tidak mau berusaha atau tidak memiliki motivasi”).
“Geusan teu daék” (secara harfiah berarti “sudah tidak mau”, tetapi memiliki makna “seseorang yang sudah tidak memiliki semangat atau motivasi”).
“Keur ngemplong” (secara harfiah berarti “sedang memendam”, tetapi memiliki makna “seseorang yang sedang menyimpan perasaan atau emosi yang kuat”).
“Keur ngajanteng” (secara harfiah berarti “sedang berdiri tegak”, tetapi memiliki makna “seseorang yang sedang memiliki pendirian atau prinsip yang kuat”).
“Ngemplongkeun hate” (secara harfiah berarti “memendam hati”, tetapi memiliki makna “menyimpan perasaan sedih atau kecewa”).
“Ngajantengkeun hate” (secara harfiah berarti “membangunkan hati”, tetapi memiliki makna “menguatkan semangat atau motivasi”).
“Teu puguh naker” (secara harfiah berarti “tidak jelas sekali”, tetapi memiliki makna “seseorang yang tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas”).

“Keur ngalayang” (secara harfiah berarti “sedang melayang”, tetapi memiliki makna “seseorang yang sedang berada dalam keadaan tidak stabil atau tidak pasti”).
“Jembar manah” (secara harfiah berarti adalah “hati yang luas” atau “hati yang terbuka”, tetapi memiliki makna hati yang baik, seperti pemaaf, toleran dan dermawan.
Bahasa rasa dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti: pertama ungkapan kekeluargaan. Bahasa Sunda sering menggunakan ungkapan yang menekankan hubungan kekeluargaan, seperti “baraya” (saudara) atau “kulawarga” (keluarga), untuk menunjukkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan.
Kedua, penggunaan kata-kata yang sopan. Bahasa Sunda memiliki banyak kata-kata yang sopan dan hormat, seperti “juragan” (tuan) atau “ibu/bapa” (ibu/bapak), untuk menunjukkan rasa hormat dan kesopanan.
Ketiga, ungkapan rasa syukur. Bahasa Sunda sering menggunakan ungkapan yang mengungkapkan rasa syukur, seperti “alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) atau “hatur nuhun” (terima kasih), untuk menunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan.
Keempat penggunaan peribahasa. Bahasa Sunda memiliki banyak peribahasa yang dapat mengungkapkan pesan moral dan nilai-nilai kehidupan, seperti “ulah ngagedag ka hareup, ulah ngajentul ka tukang” (jangan melupakan masa lalu, tetapi juga jangan terlalu fokus pada masa depan).
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, bahasa rasa dapat membantu membangun hubungan yang harmonis dan saling menghormati. Dengan menggunakan bahasa yang sopan, hormat, dan penuh kasih sayang, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana bahasa Sunda dapat mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan cara yang lebih halus dan ekspresif. Ungkapan-ungkapan tersebut memiliki makna yang lebih dalam dan kaya, sehingga dapat menyampaikan perasaan dan emosi dengan lebih efektif.
Bahasa Sunda memang kaya akan ungkapan-ungkapan yang dapat mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan cara yang unik dan ekspresif.
Jadi, istilah “basa rasa” atau “bahasa rasa” memang tepat untuk menggambarkan keunikan dan kekayaan bahasa Sunda dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran.
Semoga apa yang dimintakan Kang Aslim ini dapat menambah wawasan kita bersama, terkait dengan betapa dalamnya pemaknaan bahasa rasa yang kesehariannya di lakoni oleh masyarakat Sunda. Itu sebabnya, menjadi tugas kita bersama untuk menjaga dan memeliharanya.
***
Judul: Basa Rasa
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Asep (HC) Arie Barajati













