ASEP NEWS – Rubrik OPINI, Minggu (23/03/2025) – Artikel berjudul “Menghidupkan Warisan Bahasa Sunda: Tanggung Jawab Bersama” ini adalah sebuah esai karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Bahasa Sunda adalah salah satu kekayaan budaya Nusantara yang menjadi saksi perjalanan sejarah masyarakatnya. Namun, di tengah arus globalisasi dan modernisasi, bahasa Sunda kini menghadapi tantangan serius.
Perkataan Ajip Rosidi, seorang sastrawan Sunda, menjadi peringatan yang tajam, “Kalau masyarakat Sunda tidak peduli dengan bahasa Sunda, siapa lagi yang akan peduli?” Pertanyaan ini tidak hanya menggugah, tetapi juga menjadi panggilan bagi kita semua untuk merenungkan tanggung jawab bersama dalam melestarikan bahasa ibu yang penuh nilai ini.

Bahasa Sunda: Identitas dan Kebanggaan
Bahasa Sunda bukan sekadar alat komunikasi, tetapi sebuah identitas yang melekat pada masyarakatnya. Ia mencerminkan kebanggaan, sejarah, dan nilai-nilai luhur, serta kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Dalam bahasa Sunda, terkandung filosofi hidup yang berakar pada harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Ungkapan-ungkapan seperti “silih asih, silih asah, silih asuh” menggambarkan konsep hidup yang saling mendukung dan memperkuat.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Sunda terus menurun. Dalam percakapan sehari-hari, terutama di perkotaan, generasi muda cenderung lebih sering menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing. Hal ini sering kali didorong oleh anggapan bahwa bahasa lain lebih modern atau memberikan prestise yang lebih tinggi, padahal melupakan bahasa Sunda sama saja dengan melupakan akar budaya kita sendiri.
Ancaman Kepunahan
Menurut laporan UNESCO, bahasa Sunda termasuk dalam kategori “bahasa rentan” karena jumlah penuturnya yang terus berkurang. Faktor-faktor seperti urbanisasi, modernisasi, dan kurangnya dukungan dalam pendidikan formal turut mempercepat proses ini.
Jika situasi ini dibiarkan, bahasa Sunda bisa berada di ambang kepunahan. Ketika sebuah bahasa punah maka yang hilang bukan hanya kata-kata, tetapi juga nilai-nilai, adat istiadat, dan pengetahuan lokal yang tak tergantikan.
Ancaman kepunahan bahasa Sunda juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak bahasa daerah lain di Indonesia. Dalam kerangka yang lebih luas, hilangnya bahasa Sunda akan mempersempit keragaman budaya Nusantara yang selama ini menjadi salah satu identitas bangsa kita di mata dunia.
Menanamkan Kepedulian pada Generasi Muda
Salah satu kunci untuk melestarikan bahasa Sunda adalah dengan menanamkan rasa cinta terhadap bahasa ini kepada generasi muda. Hal ini memerlukan pendekatan yang kreatif dan relevan dengan gaya hidup mereka. Misalnya, penggunaan bahasa Sunda dalam media sosial, konten digital, musik, atau film dapat menjadi cara yang efektif untuk menarik minat mereka.
Saat ini, terdapat sejumlah upaya dari komunitas dan individu untuk mempopulerkan bahasa Sunda melalui platform digital. Kanal YouTube, podcast, atau akun Instagram yang mengangkat budaya Sunda semakin banyak bermunculan. Namun, ini belum cukup. Perlu ada dukungan yang lebih sistematis, misalnya dengan memasukkan bahasa Sunda dalam kurikulum sekolah sebagai pelajaran yang tidak hanya formal, tetapi juga menarik. Pelajaran bahasa Sunda harus dapat menggambarkan kekayaan bahasanya, termasuk sastra, cerita rakyat, dan ungkapan-ungkapan filosofisnya.
Peran Keluarga dan Lingkungan
Selain pendidikan formal, keluarga memegang peran penting dalam menjaga keberlanjutan bahasa Sunda. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang menggunakan bahasa Sunda cenderung lebih fasih dan merasa nyaman berbicara dalam bahasa ini. Orang tua dapat memulai dengan membiasakan berbicara dalam bahasa Sunda di rumah atau mengenalkan anak-anak pada cerita rakyat dan lagu-lagu tradisional Sunda.
Lingkungan sosial juga memiliki pengaruh besar. Dalam masyarakat modern, stigma bahwa bahasa daerah kurang bergengsi harus dihapuskan. Sebaliknya, kita perlu mendorong pemakaian bahasa Sunda dalam berbagai aktivitas sosial, termasuk acara komunitas, seminar budaya, atau pertemuan warga. Dengan cara ini, bahasa Sunda akan tetap hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Peran Pemerintah dan Kebijakan
Melestarikan bahasa Sunda bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga pemerintah. Kebijakan yang mendukung penggunaan bahasa daerah, seperti pelatihan guru bahasa Sunda, penyediaan buku-buku berbahasa Sunda, atau pelaksanaan lomba-lomba yang berbasis budaya Sunda, sangat diperlukan.
Selain itu, pemerintah dapat menjadikan bahasa Sunda sebagai salah satu identitas wisata daerah. Misalnya, panduan wisata, papan informasi, atau brosur di Jawa Barat dapat disajikan dalam bahasa Sunda untuk memperkuat daya tarik budaya lokal.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Melestarikan bahasa Sunda memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga pemerintah. Setiap langkah kecil, seperti membiasakan diri berbicara dalam bahasa Sunda atau membuat konten kreatif berbahasa Sunda, dapat memberikan dampak yang besar jika dilakukan secara bersama-sama. Kesadaran kolektif ini akan menjadi fondasi bagi keberlanjutan bahasa Sunda di masa depan.
Bahasa Sunda adalah warisan yang tidak ternilai. Di dalamnya tersimpan cerita tentang siapa kita dan dari mana kita berasal. Jika kita membiarkannya hilang, kita akan kehilangan lebih dari sekadar alat komunikasi. Kita akan kehilangan sebagian dari jati diri kita. Oleh karena itu, mari kita jadikan pelestarian bahasa Sunda sebagai tanggung jawab bersama, sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur kita dan hadiah bagi generasi mendatang. (Didin Tulus).
***
Judul: Menghidupkan Warisan Bahasa Sunda: Tanggung Jawab Bersama
Penulis: Didin Kamayana Tulus
Editor: Asep (HC) Arie Barajati