Nyeker di Kampung dan Kota: Ketika Telapak Kaki Menyapa Bumi

Artikel ini ditulis oleh: Asep (HC) Arie Barajati

Nyeker
Ilustrasi: Seorang pria berjalan nyeker di kampung - (Sumber: Arie/BJN)

ASEP NEWS, Rubrik OPINI, Jumat (27/06/2025) Artikel berjudul “Nyeker di Kampung dan Kota: Ketika Telapak Kaki Menyapa Bumi” ini ditulis oleh Asep (HC) Arie Barajati, seorang pengamat sosial dan politik yang tinggal di Kabupaten Bandung Barat.

Pemandangan orang-orang “nyeker” atau berjalan tanpa alas kaki di sudut kampung di Indonesia adalah hal biasa. Hal ini dilakukan bukan karena suka atau tidak suka, melainkan karena mereka tak memiliki uang membeli sandal atau sepatu.

Tanpa disadari, masyarakat menjalani hari-harinya dengan telapak kaki yang membumikan diri langsung pada tanah desa, sawah, atau pun jalan setapak. Sementara itu, di kota-kota besar, tren berjalan nyeker mulai digemari oleh sebagian masyarakat urban—bukan karena miskin, melainkan karena. konon katanya. menyehatkan: menstimulasikan saraf di telapak kaki melalui permukaan berkerikil atau berbatu sebagai terapi alami.

Lantas, apa manfaat dan risiko dari kebiasaan ini menurut perspektif medis?

Manfaatnya: Dari Keseimbangan hingga Koneksi Alam

Berjalan tanpa alas kaki sebenarnya telah mendapat dukungan riset ilmiah. Studi yang dilakukan oleh Petersen dan kolega menunjukkan bahwa aktifitas jalan kaki tanpa sepatu dapat memperbaiki keseimbangan dan kontrol postur tubuh. Hal ini karena saraf di telapak kaki mengirim impuls langsung ke otak, meningkatkan kesadaran tubuh (proprioception).

Nyeker
Ilustrasi: Penduduk kampung terbiasa nyeker di jalan – (Sumber: Arie)

Selain itu, penelitian dari healthline dan dunia kedokteran tulang menunjuk keuntungan lain: kekuatan otot kaki meningkat, lalu mobilitas otot pergelangan dan jari kaki menjadi lebih baik. Sebagai bonus tak terduga, kerap kali penderita osteoartritis lutut merasakan nyeri berkurang, sebab gaya berjalan berubah dan tekanan pada lutut menurun .

Fenomena “grounding” atau “earthing”—di mana kaki bertemu langsung tanah alami seperti rumput, tanah, atau pasir—juga disebut bisa meredam stres, menurunkan peradangan, dan meningkatkan suasana hati. Meski bukti ilmiahnya masih terbatas, partisipan studi kecil melaporkan tidur lebih nyenyak dan mood lebih stabil. Reaksi positif ini mungkin dari koneksi alami ke bumi yang bagi sebagian orang terasa “menyegarkan”.

Risiko Nyeker: Dari Luka hingga Infeksi

Di balik manfaatnya, nyeker juga tidak tanpa bahaya. Para ahli podiatri—spesialis kesehatan kaki—sering memperingatkan risiko cedera akut. Dr. Sari Priesand dari Michigan Medicine menyebut bahwa berjalan tanpa alas kaki di ruang publik meningkatkan kemungkinan terkena pecahan kaca, paku, serpihan logam, atau benda tajam lainnya yang bisa melukai kulit telapak kaki. Berkurangnya perlindungan juga meningkatkan risiko terpeleset, terkilir, atau patah tulang ringan.

Selain itu, risiko infeksi tak kalah penting. Tanpa lapisan sepatu, telapak kaki lebih mudah terkena jamur seperti athlete’s foot, kutil plantar dari virus HPV, atau infeksi bakteri lewat luka kecil. Area umum seperti kamar mandi umum, kolam renang, atau trotoar yang lembap menjadi sarang potensial infeksi.

Bagi penderita diabetes, kebiasaan ini bisa berakibat serius. Risiko luka yang tak terdeteksi bisa berkembang menjadi infeksi, bahkan amputasi, jika tidak ditangani segera.

Selain itu, perubahan gaya berjalan tanpa sepatu bisa menimbulkan cedera jangka panjang—seperti plantar fasciitis, tendonitis Achillies, nyeri tulang kering, atau perkembangan kondisi seperti bunion—terutama bagi mereka yang memiliki lengkungan kaki tinggi atau kaki datar.

Kampung vs Kota: Niat dan Konteks yang Berbeda

Di kampung, berjalan tanpa alas kaki adalah norma budaya dan ekonomi. Anak-anak dan orang dewasa terbiasa sejak kecil. Tak ada niat terapi karena sensorik dan anatomi kaki berkembang alami. Beberapa penelitian membandingkan populasi seperti ini dan menemukan struktur kaki yang lebih lebar, bentuk jari yang lurus, serta lengkungan yang lebih baik ketimbang mereka yang mengenakan sepatu sepanjang hidup .

Nyeker
Ilustrasi: Dua orang sedang berolahraga sambil nyeker – (Sumber: Arie)

Sebaliknya, di kota, orang “nyeker” melepas alas kaki sebagai pilihan gaya hidup atau kesehatan, seringkali berjalan di permukaan keras (aspal, beton) atau lingkungan yang belum tentu steril. Jika tanpa persiapan, kaki yang semula terlindungi malah jadi rentan cedera.

Tips Medis untuk Nyeker yang Aman

Jika ingin mencoba berjalan tanpa alas kaki, ada beberapa tips untuk mengurangi risiko:

  • Pilih lokasi bersih dan aman, misalnya karpet, rumput lapang, atau pasir halus .
  • Mulai secara bertahap, hanya beberapa menit, memberi waktu bagi otot, jaringan kaki, dan kulit untuk adaptasi.
  • Perhatikan kondisi kaki: segera bersihkan dan rawat jika ada luka atau bekas goresan, dan periksa setiap hari.
  • Hentikan jika muncul nyeri atau kondisi medis kaki, terutama jika Anda memiliki osteoartritis, diabetes, atau bentuk kaki yang tidak ideal .

Memetik Hikmah dari Tradisi dan Tren

Berjalan tanpa alas kaki ternyata merangkum dua dunia: kampung sebagai alamiah dan kota sebagai pilihan sadar. Di kampung, nyeker adalah bagian dari cara hidup sederhana yang berakar pada kebutuhan dan keintiman dengan lingkungan, memperkuat kaki sejak muda. Di kota, nyeker mencerminkan kerinduan untuk terhubung kembali dengan tubuh dan bumi, dibingkai sebagai trend kesehatan.

Namun, seperti pepatah Jawa menyiratkan, “aja nglindhungi buta nglindhungi gupuh” (jangan melindungi secara terburu-buru), kita harus bijak. Jika ingin mencoba percaya manfaatnya, pastikan nyeker dilakukan secara aman dan bertanggung jawab karena jalan kaki tanpa alas mungkin melepas pelindung, tetapi tidak boleh melepaskan akal sehat.

Dengan penjelasan ini, kita memahami bahwa kebiasaan nyeker—baik yang muncul dari keterpaksaan ekonomi atau kesadaran kesehatan—memiliki sisi positif dan negatif. Pilihan untuk nyeker bisa menjadi hadiah bagi kesehatan, selama dilakukan dengan pengetahuan, kesadaran terhadap risiko, dan langkah-langkah pencegahan medis.

***

Judul: Nyeker di Kampung dan Kota: Ketika Telapak Kaki Menyapa Bumi
Penulis: Asep (HC) Arie Barajati
Editor: Jumari Haryadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *