Asep News, Minggu (16/03/2025) – Artikel berjudul “Rela Dilupakan” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, tidakkah kau lihat bagaimana angin menyapu dedaunan tanpa meninggalkan namanya? Bagaimana hujan membasahi bumi, lalu pergi tanpa menuntut dikenang? Begitulah adanya kebajikan—hadir tanpa suara, menguatkan yang rapuh, lalu lenyap dalam gelombang waktu.
Dalam panggung kehidupan ini, mereka yang merintis seringkali terlempar ke balik tirai, sementara para kurcaci oportunis berlenggak-lenggok di tengah sorot lampu. Mereka yang menanam benih hanya menyaksikan panen dari kejauhan, sementara yang tak pernah meneteskan keringat menikmati sajian pujian di pesta perayaan.
Namun, saudaraku, ingatlah—tanpa tangan-tangan yang bekerja dalam diam, tiada rumah yang kokoh berdiri. Tanpa butir-butir pasir tersembunyi di dinding, takkan ada bangunan yang tegak. Kehidupan tumbuh bukan dari sorak-sorai, melainkan dari pengorbanan-pengorbanan yang tak disebut nama.
Sebagaimana akar yang rela tersembunyi demi pohon yang menjulang, sebagaimana lilin yang menghabiskan diri demi menerangi gelap, begitulah cinta sejati bekerja—ikhlas memberi tanpa mengharap kembali.
Kebaikan sejati tak menuntut tepuk tangan, tak meminta dikenang. Seperti angin yang membawa kesejukan tanpa pernah meminta terima kasih, seperti hujan yang menyuburkan tanah tanpa mengharap sanjungan.
Kerelaan untuk dilupakan adalah puncak dari segala kebaikan. Sebab, amal yang paling suci adalah yang tak diingat, bahkan oleh diri sendiri. (Yudi Latif).
***
Judul: Rela Dilupakan
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.
***