Penyakit Pikiran dan Penyakit Hati: Ancaman Bagi Keharmonisan Komunitas

Artikel ini ditulis oleh: Didin Kamayana Tulus

Berbisik
Ilustrasi: Dua wanita sedang berbisik di sebuah cafetaria - (Sumber: Bing Image Creator AI)

ASEP NEWSRubrik SASTRA/ESAI, Rabu (29/01/2025) – Artikel berjudul “Penyakit Pikiran dan Penyakit Hati: Ancaman Bagi Keharmonisan Komunitas” ini adalah sebuah esai karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Setiap komunitas atau kelompok memiliki tujuan yang sama: mencapai visi bersama dengan kinerja yang solid dan hubungan yang harmonis di antara anggotanya. Namun, ancaman besar sering kali muncul bukan dari faktor eksternal, melainkan dari dalam. Dua ancaman tersebut adalah “penyakit pikiran” dan “penyakit hati.” Meski tidak kasat mata seperti penyakit fisik, dampaknya bisa jauh lebih merusak, baik bagi individu maupun komunitas secara keseluruhan.

Didin Kamayana Tulus
Didin Kamayana Tulus, penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Penyakit Pikiran merujuk pada cara berpikir negatif yang destruktif. Contohnya termasuk prasangka buruk, merasa diri paling benar, hingga kecenderungan menyebarkan opini yang memecah belah.

Orang dengan penyakit pikiran sering kali melihat segala sesuatu dari sisi buruk dan menyulut konflik. Mereka memengaruhi orang lain untuk meragukan kepemimpinan, menggiring opini ke arah yang salah, atau bahkan mengganggu proses pengambilan keputusan dalam komunitas. Akibatnya, dinamika kerja menjadi kacau, dan produktivitas pun menurun.

Sementara itu, Penyakit Hati lebih mengacu pada masalah batin, seperti iri, dengki, amarah yang berlebihan, dan tidak ikhlas menerima perbedaan atau keberhasilan orang lain. Orang dengan penyakit hati sering kali membawa energi negatif ke dalam komunitas. Mereka bisa saja menyabotase kinerja kelompok hanya demi melampiaskan rasa iri atau kekecewaan pribadi. Dalam jangka panjang, sikap seperti ini merusak kepercayaan dan memicu perpecahan di dalam kelompok.

Ketika sebuah komunitas atau grup, misalnya komunitas berbasis budaya seperti grup Kasundaan, diisi oleh individu-individu dengan dua penyakit ini, dampaknya bisa fatal. Kinerja komunitas menjadi tidak efektif karena setiap langkah maju selalu dihantui konflik internal. Alih-alih bekerja sama demi tujuan bersama, anggota komunitas sibuk berdebat atau bahkan menjatuhkan satu sama lain. Jika dibiarkan, perlahan tapi pasti, komunitas tersebut akan kehilangan esensi kebersamaan dan hancur dari dalam.

Untuk mencegah hal ini, setiap anggota komunitas perlu mengedepankan sikap saling menghargai, berpikir positif, dan menjaga keikhlasan dalam bekerja bersama. Pemimpin komunitas juga harus bijaksana dalam mengelola dinamika kelompok, segera menangani konflik, dan memberikan contoh teladan dalam bersikap. Lebih penting lagi, setiap individu perlu introspeksi dan berusaha mengatasi penyakit pikiran maupun penyakit hati dalam dirinya sendiri.

Sebuah komunitas yang sehat adalah komunitas yang dibangun atas dasar kepercayaan, kesetaraan, dan semangat gotong royong. Dengan menghindari dua penyakit ini, sebuah kelompok tidak hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang menjadi komunitas yang kuat dan harmonis.

***

Judul: Penyakit Pikiran dan Penyakit Hati: Ancaman Bagi Keharmonisan Komunitas
Penulis: Didin Kamayana Tulus
Editor: Asep Arie Barajati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *